Wednesday, November 30, 2016

Lasem Trip 28-30 Oct 2016

Lasem yang juga di kenal juga dengan "Tiongkok Kecil" sebuah kecamatan kecil di pesisir utara Pulau Jawa yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Rembang, jaraknya yang cukup jauh dari kota besar membuat kota ini sedikit terlupakan dari tujuan wisata dan lebih di kenal dengan batiknya yang khas.

Akses kesana kali ini dari Semarang dan jalan darat ke Lasem. Karena flight pagi jadi masih bisa jalan-jalan dulu di Semarang. Pagi-pagi cari makanan dulu, karena mau beli Lumpia jalan lombok dulu jadi sekalian makan di semacam foodcourt/pujasera dekat dengan Vihara Tay Kak Sie ada vegetarian menu di Aheng Vegetarian



Bagi yang suka mie di sebelah Lumpia Jalan Lombok juga ada mie enak di RM Siang Kie dan ada es sirup-nya, es sirup ini di sebagian resto/rumah makan di Jakarta sih udah jarang ya. Setelah kenyang lanjut ke Klenteng Sam Po Kong 






Banyak tulisan yang menarik tentang Klenteng ini, salah satu yang menarik bisa di baca di Seputar Semarang . 

Destinasi berikutnya adalah Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong. Tempat ini ditempuh sekitar 30-40 menit dari pusat Kota Semarang menggunakan mobil. Masuk dengan retribusi se-rela nya ya uang parkir lah ya. Banyak tulisan tentang pagoda ini adalah yang tertinggi di Indonesia, salah satunya bisa di check di sini .  


Begitu tiba di parkiran pengunjung menuju ke atas kita akan menemukan batu alam asli yang berbentuk gong. Pada saat kendaraan masuk maka penjaga Vihara akan menanyakan tujuan kedatangan, apabila pengunjung biasa akan di arahkan parkir ke sebelah kiri pintu masuk dan akan berhadapan langsung dengan Batu Gong ini. Apabila pengunjung yang hendak beribadah akan di arahkan ke bawah Vihara.


Setelah dari Batu Gong akan di dapati lapangan besar dan bila naik ke depan ke arah vihara kita akan menemui patung Budha tidur di sebelah kiri vihara.







Setelah mengambil beberapa photo kami kembali ke Semarang untuk persiapan lanjut ke Lasem malam ini. Setelah melalui sekitar 3 jam dari Semarang menuju Lasem, kami semua sampai di Lasem sekitar jam 12 malam dan kami memilih Rumah Merah Tiongkok Kecil Heritage untuk menginap di Lasem.



Dengan tembok yang merah merona maka akan di bawa ke dalam suasana Tiongkok yang kental, tidak heran kenapa di beri julukan Tiongkok Kecil. Dengan design yang tidak banyak di rubah dan toilet yang terpisah dengan bangunan utama, pintu yang besar dan kamar yang telah di lengkapi ac, dan pelayanan yang ramah ini sudah lebih dari cukup untuk di sebut nyaman.


Kopi Lelet Warung Kopi Jing He



Tour di mulai sekitar jam 8 pagi, jalan kaki dari Rumah merah keliling untuk melihat meleburnya design perumahan di sekitar. Walaupun suasan pecinan sangat kental tapi beberapa rumah juga terpengaruh dengan bangunan India dan Jawa. Kita mamping ke warung Kopi Jing He yang di kenal dengan Kopi Lelet nya. Dinamakan warung Jing He karena pemiliknya namanya Jing He. Kenapa di namakan Kopi Lelet? Karena ampas dari kopi tersebut sering kali di usapkan (lelet) di batang rokok, tunggu kering dan baru rokok tersebut di nikmati.


Dari kopi Jing He team melanjutkan jalan ke tempat pembuatan Tong Cu Pia, kue seperti pia tapi kering. 




Di lanjutkan ke Vihara di Karangturi bernama Klenteng Poo An Bio. Klenteng yang sudah berusia ratusan tahun ini (Dibangun 1740) mempunyai design arsitektur dengan detail yang khas. Penjaga klenteng bercerita bahwa apabila malam tiba suka ada burung besar sekali yang masuk dan tidur di tengah Klenteng. Beberapa peserta ada yang mencoba untuk di ramal juga.





Setelah ber keliling di areal Karangturi kita ke tempat pembuatan Batik Pusaka Beruang. Namanya unik seakan akan dulunya sang pemilik adalah Beruang dan di wariskan ke anak cucu nya ya? Ternyata maksud "Beruang" itu adalah Ber-uang dan Pusaka Beruang adalah sesuatu yang di wariskan nanti-nya ke anak cucu dan bisa menghasilkan uang dari batik.


Dari Pusaka Beruang kita mengunjungi jembatan tua, Jembatan gantung jalur alternatif penghubung Desa Karaskepoh dan Desa Tuyuhan kecamatan Pancur. 







Setelah itu kembali lagi ke Karangturi untuk mengunjungi beberapa pengerajin batik lokal dan menikmati arsitektur pecinan ala Tiongkok. Lasem juga terkenal dengan sebutan Lasem Kota Santri dan ada satu Pondok Pesantren yang sangat khas di Karangturi yaitu Pondok Pesantren Kauman yang di pintu utamanya ada tulisan kanji yang bila di artikan "Semoga panjang umur setinggi Gunung Himalaya" dan "Semoga luwes rezekinya, sedalam Lautan Hindia" percampuran budaya Cina dan Jawa yang sangat kental. Pada kesempatan ini team tidak sempat ke Pondok Pesantren Kauman karena waktu yang 3 hari di kebut jadi 2 hari.



Salah satu spot wisata yang penting di Lasem adalah Klenteng Cu An Kiong, Klenteng yang sangat ber-sejarah ini tidak di ketahui pasti tahun pembuatannya tapi sangat di yakini di bangun sekitar abad ke-16 oleh orang-orang China yang ber-labuh di kota Lasem (bisa di klik link diatas).


Lentera-lentera dalam Klenteng ini adalah sumbangan atau semacam niat dari peziarah yang berdoa di tempat ini dan doa-nya terkabul. 






Di sebelah Klenteng Cu An Kiong, jalan kaki sekitar 5 menit kita ke Lawang Ombo, icon bersejarah lainnya di Kota Lasem. Salah satu bangunan zaman Kolonialisme yang masih terawat ini juga pernah di gunakan sebagai penyimpanan candu pada zaman itu. Seperti gambar lobang di atas ini dahulunya merupakan terowongan bawah tanah ke arah pantai yang sering di gunakan untuk menyelundupkan candu. Lobang ini ada di dalam salah satu ruangan di Lawang Ombo. Dari Lawang Ombo ini saya kembali ke tulisan menarik tentang Lasem Corong Opium Jawa yang sempat membuat berpikir tentang efect opium ke dalam culture!

Setelah ber-keliling di lanjutkan dengan susur Sungai Babagan sambil melihat sejarah bahwa pada dulunya jalur perdagangan banyak juga di Lasem, bahkan jalur sungai ini juga di gunakan para pembuat kapal untuk jalur ke laut lepas. Setelah susur sungai sampai menembus laut rombongan berhenti di Pantai Dasun untuk melihat sunset. Setelah itu kembali ke ke Rumah Merah untuk bersih-bersih sebelum makan malam. Makan malam kali ini di warung Bu Temi, jangan berharap makan dengan suasana yang nyaman dengan lagu ala-ala Sade mengalun lembut.. warung ini hanya gubuk biasa layaknya warteg di Jakarta. Tapi ini merupakan tempat favorit saya selama di Lasem! Bagi saya yang pemakan tumbuhan banyak pilihan di sini dengan rasa masakan rumahan.  Di meja cumi hitam, balado kikil, tahu tempe, bakwan, soto, mendoan, rawon, dan masih banyak lagi. Ini belum apa-apa.. encore-nya nih ya pas perut sudah terasa full pada saat akan bayar makanan.. ternyata murah banget.. love it!




Sebelum pulang ke Jakarta kita sempat beribadah di GKI Lasem. GKI Lasem sudah punya gedung baru tetapi karena per-izinan nya masih belum bisa di pakai dan di nyatakan sebagai gedung serba guna. Per-izinan untuk rumah ibadah memang kadang menemui kendala. Setelah ibadah ternyata ada acara penutupan bulan Keluarga dan team di ajak untuk makan-makan. Makanan rumahan yang enak banget serta ada vegan friendly menu favorit saya.. pecel!. Terima kasih warga GKI Lasem..

Setelah itu kita menuju ke outlet batik dan langsung ke bandara. Travel kali ini punya nilai sendiri dan ada keinginan untuk balik lagi karena masih banyak tempat di Lasem yang belum di kunjungi. Mungkin Lasem tidak popular untuk menjadi tempat wisata, tetapi lasem punya tempat tersendiri buat saya!

"Traveling. It leaves you speechless, then turns you into Storyteller" ~Ibn Battuta


No comments: